Rabu, 20 Oktober 2021

Teori Prilaku konsumen

A Evaluasi Teori Konsumsi Konvensional

    Konsumsi secara umum dimaknai sebagai tindakan untuk mengurangi atau menghabiskan guna ekonomi suatu benda, seperti memakan makanan, memakai baju, mengendarai sepeda motor, menempati rumah, dan lain-lain. Dalam berkonsumsi seseorang atau rumah tangga cenderung untuk memaksimumkan daya guna atau utility-nya

    Dalam teori konsumsi ekonomi konvensional ada dua nilai dasar (fundamental values) yakni rasionalisme dan utilitarianisme. Rasionalisme ini mengandung pengertian bahwa setiap konsumen dalam melakukan kegiatan konsumsi sesuai dengan sifatnya sebagai homo economicus. Dalam paradigma konvensional, seorang yang rasional akan mencapai utilitas maksimum, juga memberikan kepuasan (satisfaction) yang maksimum. Konsep utilitas dalam ekonomi konvensional, konsumen diasumsikan selalu bertujuan untuk memperoleh kepuasan (utility) didalam kegiatan konsumsinya. Utility secara bahasa, berarti berguna (usefulness), membantu (help fulness), atau suatu yang menguntungkan (advantage)

Setidaknya ada dua hal penting yang dapat dikritisi dari teori konsumsi konvensional yaitu :

- Tujuan konsumen adalah mencari kepuasan tertinggi. Penentuan barang atau jasa untuk dikonsumsi didasarkan pada kriteria tertentu

- Batasan konsumsi hanyalah kemampuan anggaran. Sepanjang terdapat anggaran untuk membeli barang atau jasa, maka akan dikonsumsilah barang tersebut. Dengan kata lain sepanjang masyarakat memiliki pendapatan, maka tidak ada yang bisa menghalangi untuk mengkonsumsi barang yang diinginkan. Sikap seperti ini jelas akan menafikan pertimbangan kepentingan orang lain atau pertimbangan aspek lain seperti kehalalan.

B. Perspektif Islam Atas Konsumsi

    Konsumsi dalam ekonomi Islam adalah upaya untuk memenuhi kebutuhan baik jasmani maupun rohani sehingga mampu memaksimalkan fungsi kemanusiaannya sebagai hamba Allah SWT. untuk mendapatkan kesejahteraan atau kebahagiaan di dunia dan akhirat (falah).

    Perilaku konsumsi dalam ekonomi islam berdasarkan pada prinsip keadilan, prinsip kebersihan, prinsip kesederhanaan, kemurahan hati, dan moralitas. Konsumsi meliputi kebutuhan, kesenangan, dan kemewahan. 

     Kesenangan dibolehkan asal jangan berlebihan, tidak melampaui batas yang dibutuhkan oleh tubuh dan tidak pula melampaui batas-batas makanan yang dihalalkan sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur'an surah al-A'raf ayat 31 yang artinya :

"Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan sungguhnya Allah tidak menyukai orangorang yang berlebihan-lebihan”

    Dalam memenuhi konsumsi ada aturan-aturan atau prinsip yang harusdipenuhi oleh umat Islam. Karena Islam sudah mengatur bagaimana etikakonsumsi yang baik. Lebih tegas lagi, Yusuf Qardhawi menguraikan beberapa prinsip perilaku konsumsi dalam Islam sebagai berikut :

1.      Dasar pemikiran pola konsumsi dalam Islam adalah hendak mengurangi kelebihan keinginan biologis yang tumbuh dari faktor-faktor psikis buatan dengan maksud membebaskan energi manusia untuk tujuan-tujuan spiritual.

2.      Anjuran Islam mengenai perilaku konsumsi dituntun oleh prinsip keadilan, prinsip kebersihan, prinsip kesederhanaan, prinsip kemurahan hatidan prinsip moralitas.

3.      Pada umumnya kebutuhan-kebutuhan manusia digolongkan kedalam tiga hal, yaitu barang-barang keperluan pokok, barang-barang keperluan kesenangandan barang-barang keperluan kemewahan.

4.      Kunci untuk memahami perilaku konsumsi dalam Islam tidak cukup denganhanya mengetahui hal-hal terlarang, tetapi sekaligus harus dengan menyadarikonsep dinamik tentang sikap moderat dalam pola konsumsi yang dituntunoleh sikap yang mementingkan bersama konsumen muslim yang lain.

 C.  Aksioma Tambahan Dalam Teori Ekonomi Islam (Non-haram Items Dan Maslahah Oriented)

    Aksioma tambahan dalam teori ekonomi islam terbagi menjadi dua:

1.      Non Haram Items.

    Non haram items merupakan Aturan syariah telah dengan jelas membedakan mana barang yang haram mana barang yang halal, sehingga sangat rasional bagi individu tersebut untuk mengonsumsi hanya barang yang halal.

2.      Maslahah Oriented

    Dalam menentukan preferensi pilihan terbaik tidak semudah dalam menentukan akan mengonsumsi barang halal dan barang haram. Sehingga konsep utilitarian tetap bisa digunakan, namun dengan menambah komponen berkah yang akhirnya memunculkan konsep maslahah.

Prefensi dan Prioritas Konsumsi Islam

    Dalam preferensi konsumsi lebih berorientasi pada kepuasan yang setinggi-tingginya, sehingga kelompok kualitas dan kuantitas barang atau jasa akan dikonsumsi jika dapat memberikan kepuasan yang tinggi bagi konsumen. Sejalan dengan tujuan pembangunan umat hendaknya mampu memenuhi kebutuhan secara utuh. Menetapkan kreteria prioritas juga dianjurkan dalam pemunuhan konsumsi agar tidak terjebak pada sifat boros apalagi biar dianggap orang lain kaya, maka gaya hidupnya trendi. Oleh karena sikap-sikap memilih barang atau jasa dikonsumsi hendaknya memperhatikan sikap yakni menjauhi utang, menjaga asset yang mapan dan pokok, tidak hidup mewah dan boros.

    Preferensi konsumsi ekonomi Islam memiliki tujuan yang beda dengan preferensi konsumsi konvensional. Ekonomi Islam memilki tujuan yakni falah artinya dalam memilih barang atau jasa yang dikonsumsi harus berdasarkan manfaat dunia dan akherat. Memperhatikan dunia dan akherat sesungguhnya bermuara pada akidah Islam yang bersumber al-Quran dan al-Hadits (Huda dkk, 2008: 1). Dengan demikian dalam memilih mampu mempertimbangkan apakah barang yang dipilih untuk dikonsumsi maslahah atau madharat. Oleh karena itu preferensi konsumsi agar tercapai tujuan dalam ekonomi Islam hendaknya harus mengutamakan akherat dari pada dunia.

     Dengan demikian keseimbangan ini akan menghasilkan kemaslahatan tidak hanya sekedar kepuasan hidup di dunia semata. Want and Need Dalam ekonomi islam tujuan memilih barang dan jasa yang akan dikonsumsi adalah falah artinya preferensi konsumsi bertendensi pada kemaslahatan dan kemudharatan barang dan jasa yang dikonsumsi sehingga barang yang bermaslahah lebih dipilih dari pada yang tidak ada manfaatnya dan yang mudharat perlu di hindari atau di jauh tidak perlu dijadikan pilihan konsumsi dalam keluarga. Oleh karena itu want / keinginan yang digunakan dasar ilmu konvensional. Keinginan tidak melihat kemanfaatan dan kerugian yang penting memberikan kepuasan. Islam menolak keinginan seorang karena want itu hanya menuruti hawa nafsu setan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TEORI PERILAKU PRODUSEN

  1. Evaluasi teori produksi konvensional : Pareto Optimality dan Given Demand Hypothesis Pareto Optimality Pareto optimal didefinis...