A Evaluasi Teori Konsumsi Konvensional
Konsumsi secara umum dimaknai sebagai tindakan untuk
mengurangi atau menghabiskan guna ekonomi suatu benda, seperti memakan makanan,
memakai baju, mengendarai sepeda motor, menempati rumah, dan lain-lain. Dalam
berkonsumsi seseorang atau rumah tangga cenderung untuk memaksimumkan daya guna
atau utility-nya
Dalam teori konsumsi ekonomi konvensional ada dua
nilai dasar (fundamental values) yakni rasionalisme dan utilitarianisme.
Rasionalisme ini mengandung pengertian bahwa setiap konsumen dalam melakukan
kegiatan konsumsi sesuai dengan sifatnya sebagai homo economicus. Dalam
paradigma konvensional, seorang yang rasional akan mencapai utilitas maksimum,
juga memberikan kepuasan (satisfaction) yang maksimum. Konsep utilitas dalam
ekonomi konvensional, konsumen diasumsikan selalu bertujuan untuk memperoleh
kepuasan (utility) didalam kegiatan konsumsinya. Utility secara bahasa, berarti
berguna (usefulness), membantu (help fulness), atau suatu yang menguntungkan
(advantage)
Setidaknya ada dua hal penting yang dapat dikritisi
dari teori konsumsi konvensional yaitu :
- Tujuan konsumen adalah mencari kepuasan tertinggi.
Penentuan barang atau jasa untuk dikonsumsi didasarkan pada kriteria tertentu
- Batasan konsumsi hanyalah kemampuan anggaran. Sepanjang terdapat anggaran untuk membeli barang atau jasa, maka akan dikonsumsilah barang tersebut. Dengan kata lain sepanjang masyarakat memiliki pendapatan, maka tidak ada yang bisa menghalangi untuk mengkonsumsi barang yang diinginkan. Sikap seperti ini jelas akan menafikan pertimbangan kepentingan orang lain atau pertimbangan aspek lain seperti kehalalan.
B. Perspektif Islam Atas Konsumsi
Konsumsi dalam ekonomi Islam adalah upaya untuk
memenuhi kebutuhan baik
jasmani maupun rohani sehingga mampu memaksimalkan fungsi kemanusiaannya
sebagai hamba Allah SWT. untuk mendapatkan kesejahteraan atau kebahagiaan di
dunia dan akhirat (falah).
Perilaku konsumsi dalam ekonomi islam berdasarkan pada
prinsip keadilan, prinsip kebersihan, prinsip kesederhanaan, kemurahan hati,
dan moralitas. Konsumsi meliputi kebutuhan, kesenangan, dan kemewahan.
"Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang
bagus pada setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan
berlebihan sungguhnya Allah tidak menyukai orangorang yang berlebihan-lebihan”
Dalam
memenuhi konsumsi ada aturan-aturan atau prinsip yang harusdipenuhi oleh umat
Islam. Karena Islam sudah mengatur bagaimana etikakonsumsi yang baik. Lebih
tegas lagi, Yusuf Qardhawi menguraikan beberapa prinsip
perilaku konsumsi dalam Islam sebagai berikut :
1. Dasar
pemikiran pola konsumsi dalam Islam adalah hendak mengurangi kelebihan keinginan biologis yang
tumbuh dari faktor-faktor psikis buatan
dengan
maksud membebaskan energi manusia untuk tujuan-tujuan spiritual.
2. Anjuran Islam mengenai perilaku
konsumsi dituntun oleh prinsip keadilan,
prinsip kebersihan, prinsip kesederhanaan, prinsip kemurahan hatidan prinsip
moralitas.
3. Pada
umumnya kebutuhan-kebutuhan manusia digolongkan kedalam tiga hal, yaitu barang-barang keperluan
pokok, barang-barang keperluan kesenangandan barang-barang keperluan kemewahan.
4. Kunci
untuk memahami perilaku konsumsi dalam Islam tidak cukup denganhanya mengetahui
hal-hal terlarang, tetapi sekaligus harus dengan menyadarikonsep dinamik
tentang sikap moderat dalam pola konsumsi yang dituntunoleh sikap yang
mementingkan bersama konsumen muslim yang lain.
Aksioma tambahan dalam teori ekonomi islam terbagi menjadi dua:
1. Non Haram Items.
Non haram items merupakan Aturan syariah telah dengan jelas membedakan mana barang yang haram mana barang yang halal, sehingga sangat rasional bagi individu tersebut untuk mengonsumsi hanya barang yang halal.
2. Maslahah Oriented
Dalam menentukan preferensi pilihan terbaik tidak
semudah dalam menentukan akan mengonsumsi barang halal dan barang haram.
Sehingga konsep utilitarian tetap bisa digunakan, namun dengan menambah
komponen berkah yang akhirnya memunculkan konsep maslahah.
Prefensi dan Prioritas Konsumsi Islam
Dalam
preferensi konsumsi lebih berorientasi pada kepuasan yang setinggi-tingginya,
sehingga kelompok kualitas dan kuantitas barang atau jasa akan dikonsumsi jika
dapat memberikan kepuasan yang tinggi bagi konsumen. Sejalan dengan tujuan
pembangunan umat hendaknya mampu memenuhi kebutuhan secara utuh. Menetapkan
kreteria prioritas juga dianjurkan dalam pemunuhan konsumsi agar tidak terjebak
pada sifat boros apalagi biar dianggap orang lain kaya, maka gaya hidupnya
trendi. Oleh karena sikap-sikap memilih barang atau jasa dikonsumsi hendaknya
memperhatikan sikap yakni menjauhi utang, menjaga asset yang mapan dan pokok,
tidak hidup mewah dan boros.
Preferensi konsumsi ekonomi Islam memiliki tujuan yang
beda dengan preferensi konsumsi konvensional. Ekonomi Islam memilki tujuan
yakni falah artinya dalam memilih barang atau jasa yang dikonsumsi harus
berdasarkan manfaat dunia dan akherat. Memperhatikan dunia dan akherat
sesungguhnya bermuara pada akidah Islam yang bersumber al-Quran dan al-Hadits
(Huda dkk, 2008: 1). Dengan demikian dalam memilih mampu mempertimbangkan
apakah barang yang dipilih untuk dikonsumsi maslahah atau madharat. Oleh karena
itu preferensi konsumsi agar tercapai tujuan dalam ekonomi Islam hendaknya
harus mengutamakan akherat dari pada dunia.
Dengan demikian keseimbangan ini akan menghasilkan kemaslahatan tidak hanya sekedar kepuasan hidup di dunia semata. Want and Need Dalam ekonomi islam tujuan memilih barang dan jasa yang akan dikonsumsi adalah falah artinya preferensi konsumsi bertendensi pada kemaslahatan dan kemudharatan barang dan jasa yang dikonsumsi sehingga barang yang bermaslahah lebih dipilih dari pada yang tidak ada manfaatnya dan yang mudharat perlu di hindari atau di jauh tidak perlu dijadikan pilihan konsumsi dalam keluarga. Oleh karena itu want / keinginan yang digunakan dasar ilmu konvensional. Keinginan tidak melihat kemanfaatan dan kerugian yang penting memberikan kepuasan. Islam menolak keinginan seorang karena want itu hanya menuruti hawa nafsu setan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar