A. Pengertian Ekonomi Islam dan Ekonomi konvensional Ekonomi Islam
Dapat didefinisikan sebagai suatu perilaku individu muslim dalam setiap aktivitas ekonomi Syariahnya harus sesuai dengan tuntutan syariat Islam dalam rangka mewujudkan dan menjaga maqashid Syariah (agama, jiwa, akal, nasab, dan harta). Ekonomi konvensional didefinisikan menjadi suatu ilmu yang digunakan untuk memenuhi tuntutan nafsu manusia semata tanpa ada aturan yang jelas, serta melegalkan terjadinya eksploitasi dalam kegiatan ekonomi yang terjadi.
B. Rasionalitas Dalam Perspektif Islam
Menurut Adiwarman A. Karim
mengungkapkan bahwa yang dimaksud dengan asumsi rasionalitas adalah anggapan
bahwa manusia berperilaku secara rasional (masuk akal), dan tidak akan secara
sengaja membuat keputusan yang akan menjadikan mereka lebih buruk. Perilaku
rasional dapat mempunyai dua makna yaitu metode dan hasil. Dalam makna metode,
perilaku rasional berarti “action selected on the basis of reasoned thought
racher than out of habbit, prejudice or emotion (tindakan yang dipilih
berdasarkan pikiran yang beralasan, bukan berdasarkan kebiasaan, prasangka,
atau emosi).” Sedangkan dalam makna hasil, perilaku rasional berarti “action
that actually secceeds in achieving desired goals (tindakan yang benar-benar
dapat mencapai tujuan yang ingin dicapai).”
Adapun prinsip dasar dalam rasionalitas ekonomi Islam adalah sebagai berikut:
a. The concepts of success Konsep sukses dalam islam diukur dengan nilai moral Islam, bukan dengan jumlah kekayaan yang dimiliki
b. Time scale of consumer behavior Seseorang muslim harus percaya adanya hari kiamat dan kehidupan akhirat. Keyakinan ini membawa dampak mendasar pada perilaku konsumsi, yaitu: Ø Pilihan jenis konsumsi akan diorientasikan untuk kepentingan dunia dan akhirat. Ø Probabilitas kuantitas jenis pilihan konsumsi cenderung lebih variatif dan lebih banyak karena juga mencakup jenis konsumsi untuk kepentingan akhirat.
c. Concept of wealth Harta merupakan anugerah Allah dan bukan merupakan sesuatu yang dengan sendirinya bersifat buruk sehingga harus dijauhi secara berlebihan. Harta merupakan alat untuk mencapai tujuan hidup jika diusahakan dan dimanfaatkan secara benar.
d. Concepts of goods Harta benda/barang (goods) merupakan karunia Allah kepada manusia. Islam telah menganjurkan untuk mengkonsumsi barang-barang yang termasuk dalam kategori halal dan at-tayyibat (barang-barang yang baik dan suci). Sebaliknya, barang-barang yang haram, seperti minuman keras, babi, bangkai, dan lain-lain dilarang dalam Islam.
e. Ethics of comsumption Islam
memiliki seperangkat etika dan nilai yang harus dipedomani manusia dalam
berkonsumsi, seperti keadilan, kesederhanaan, kebersihan,tidak melakukan
kemubadziran dan tidak berlebih-lebihan (israf).
1. Etika Rasionalitas dalam Konsumsi Islam Secara umum, moral didefinisikan sebagai standar perilaku yang dapat diterima oleh masyarakat (benar) ataukah tidak (salah). Filosofi atau suatu standar moral setiap masyarakat dapat berbeda-beda, dan alasan inilah yang dikenal dengan istilah etika. Suatu perilaku yang dianggap rasional oleh paham konvensional dapat dianggap tidak rasional dalam pandangan Islam.
Rasionalitas dalam perilaku konsumen muslim haruslah berdasarkan aturan Islam sebagai berikut:
a). Konsumen muslim dikatakan rasional jika memiliki tingkat konsumsi lebih kecil dibanding non muslim karena yang dikonsumsi terbatas barang-barang yang halal dan thayib. QS. Al-Baqarah: 173
b). Haram juga menurut ayat ini daging yang berasal dari sembelihan yang menyebut nama Allah tetapi disebut pula nama selain Allah. Kemudian QS Al – Maidah ayat 93
c). Seseorang dikatakan rasional jika tidak menumpuk dan menimbun harta kekayaan melalui tabungan atau belanja barang mewah, namun harus melakukan investasi untuk pertumbuhan ekonomi (Al Arief, 2010)
2. Asumsi Rasionalitas dalam Ekonomi Islam Menurut ekonomi Islam, konsumsi yang dilakukan oleh konsumen tidak serta merta tentang kesukaan dan kebutuhannya, tetapi juga harus memperhatikan syarat sesuai syariat. Asumsi yang harus dipenuhi dalam konsumsi dalam Islam adalah:
a. Objek yang halal dan thayib ( halal dan thayib things)
b. Lebih banyak tidak selalu baik ( the more isn’t always better)
C. Statisfaction of Wants dan Fullfilment of Need
Aktivitas ekonomi yang dilakukan
oleh manusia adalah merupakan bagian dari pemenuhan kebutuhan. Dimana satu
individu membutuhkan sesuatu dari individu lain yang juga mebutuhkan sesuatu
untuk memenuhi kebutuhannya.
Permasalahan yang harus kita
ketahui adalah, bagaimana kebutuhan menurut ekonomi islam apakah ia sama dengan
ekonomi konvensional?. Dimana kita ketahui, bahwa dalam ekonomi konvensiaonal,
seseorang dalam pemenuhan kebutuhan pribadinya tidak dibatasi, dalam artian
siapa yang membutuhkan dan ia mampu tidak ada batas baginya untuk memenuhi
kebutuhannya. Yang sering terjadi adalah pemenuhan kebutuhan yang berlebihan,
sementara itu bagi individu yang tidak mampu akan mengalami kekurangan karena
ketidak mampuanya dalam memenuhi kebutuhan. Maka menarik kiranya kita mengkaji
bagaimana sebenarnya hukum islam mengatur kebutuhan manusia sebagai manusia beragama.
1. Kebutuhan Dalam Ekonomi Islam Kebutuhan adalah segala sesuatu yang dibutuhkan manusia untuk mempertahankan hidup serta untuk meperoleh kesejahteraan. Kebutuhan juga bisa diartikan salah satu aspek psikologis yang mnggerakan makhluk hidup dalam aktivitasaktivitasnya dan menjadi dasar alasan berusaha. Secara umum yang dimaksud dengan kebutuhan adalah suatu keinginan manusia untuk memperoleh barang dan jasa. Dengan pengertian lain kebutuhan juga dapat dikatakan sebagai sesuatu yang diperlukan oleh manusia dalam bentuk barang dan jasa untuk mensejahterkan hidupnya. Menurut Islam semua barang dan jasa yang mempunyai maslahah dikatakan sebagai kebutuhan. Maslahah ialah kepemilikan atau kekuatan barang/jasa yang mengandung elemen-elemen dasar dan tujuan kehidupan umat manusia di dunia ini dan perolehan pahala untuk kehidupan akhirat.
Dalam ekonomi Islam
kebutuhan manusia (Maqshid) terdiri dari tiga jenjang:
a. Dharuriyat (Primer) Merupakan kemestian dan
landasan dalam menegakkan kesejahteraan manusia di dunia dan akhirat yang
mencakup pemeliharaan lima unsur pokok, yakni : agama, jiwa, akal, keturunan
dan harga.
b. Hajiyyat
(Sekunder) Maksudnya untuk memudahkan kehidupan, menghilangkan kesulitan atau
menjadikan pemeliharaan yang lebih baik terhadap lima unsur pokok kehidupan
manusia. Apabila kebutuhan tersebut tidak terwujudkan, tidak akan mengancam keselamatannya,
namun akan mengalami kesulitan. Pada dasarnya jenjang hajiyat ini merupakan
pelengkap yang mengokohkan, menguatkan, dan melindungi jenjang dharuriyat.
c. Tahsiniyyat (Tersier) Maksudnya adalah agar manusia dapat melakukan yang terbaik untuk menyempurnakan pemeliharaan lima unsur pokok kehidupan manusia. Ia tidak dimaksudkan untuk menghilangkan atau mengurangi berbagai kesulitan, tetapi hanya bertindak sebagai pelengkap, penerang dan penghias kehidupan manusia.
1. Konsep
Pilihan Dalam Ekonomi Islam Dalam ekonomi konvensional, pada dasarnya satu
jenis benda ekonomi merupakan substitusi sempurna bagi benda ekonomi lainnya
sepanjang memberikan utulitas yang sama. Akibatnya, anggaran akan dialokasikan
untuk mengkonsumsi bendabenda apa saja sepanjang utilitasnya maksimum.
Ekonomi islam
berpandangan bahwa antara benda yang satu dengan benda yang lainnya bukan
merupakan subtitusi sempurna. Terdapat benda-benda ekonomi yang lebih berharga
dan bernilai sehingga benda-benda tersebut akan diutamakan dibandingkan pilihan
konsumsi lainnya. Disamping itu, terdapat prioritas dalam pemenuhan kebutuhan
berdasarkan tingkat kemaslahatan yang dibutuhkan dalam menunjang kehidupan yang
islami.
Adapun prefernsi konsumsi dan pemenuhan kebutuhan manusia memiliki pola sebagai berikut.
A. Mengutamakan akhirat dari pada dunia
B. Konsisten dalam prioritas pemenuhan kebutuhan.
C. Memperhatikan etika dan norma.
D.Self Interest dan Multi Interest
Sasaran ilmu ekonomi adalah
bagaimana mengatasi kelangkaan itu. Dari situ muncul definisi ilmu ekonomi yang
dipegang hingga kini, yaitu “sebuah kajian tentang prilaku manusia sebagai
hubungan antara tujuan-tujuan dan alat-alat pemuas yang terbatas, mengundang
pilihan dalam penggunaannya”.
Rasionalitas ekonomi dipahami
sebagai tindakan atas dasar kepentingan pribadi (self-interest) untuk mencapai
kepuasannya yang bersifat material lantaran khawatir tidak mendapatkan kepuasan
itu karena terbatasnya alat atau sumber pemuas. Menurut Adam Smith, penekanan
pada self-interest itu bukan berarti mengabaikan kepentingan masyarakat.
Rasionalitas dalam ekonomi islam menghendaki setiap manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan maslahah yang terbaik. Ukuran maslahah ialah dengan melihat berbagai aspek (multi-interest), tidak hanya diri sendiri (self-interest). Selain itu, pemenuhan kebutuhan haruslah mendahulukan yang daruriyyat (necessity) dan juga dengan melihat kadar halal dari pilihan tersebut. Dengan kata lain kebutuhan memiliki pengertian yang berbeda dengan keinginan, dimana kebutuhan merupakan hal yang mendesak yang harus dipenuhi sementara keinginan bersifat tidak terbatas.
Sumber :
Afrina, Dita,
‘Rasionalitas Muslim Terhadap Perilaku Israf Dalam Konsumsi Perspektif Ekonomi
Islam’, EkBis: Jurnal Ekonomi Dan Bisnis, 2.1 (2019), 23 <https://doi.org/10.14421/ekbis.2018.2.1.1088>
Arif, M. Nur Rianto
Al, and Euis Amalia, ‘Teori Ekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam Dan
Ekonomi Konvensional’, 2016, p. 328
Firmansyah, Herlan,
‘TEORI RASIONALITAS MENURUT EKONOMI ISLAM’, EKSISBANK: Ekonomi Syariah Dan
Bisnis Perbankan, 2.1 (2018) <https://doi.org/10.37726/ee.v2i1.5>
Itstri, ‘Menilik
Sebuah Fenomena Dengan Berpikir Rasional’, ITS Online, 2020
<https://www.its.ac.id/news/2020/04/15/menilik-sebuah-fenomena-dengan-berpikir-rasional/>
[accessed 14 September 2021]
Ngasifudin, Muhammad,
‘Rasionalitas Dalam Ekonomi Islam’, JESI (Jurnal Ekonomi Syariah Indonesia),
7.2 (2018), 111 <https://doi.org/10.21927/jesi.2017.7(2).111-119>
Nurohman, Dede,
‘Konsep Self-Interest Dan Maslahah Dalam Rasionalitas Ekonomi Islam’, ISLAMICA:
Jurnal Studi Keislaman, 5.1 (2014), 100
<https://doi.org/10.15642/islamica.2010.5.1.100-115>
‘Rationality in
Economic Theory: A Critical Appraisal’, IIUM Journal of Economics and
Management, 1989, 79–94
Ridlwan, Ahmad Ajib, ‘Rasionalitas Dalam Ekonomi : Perspektif Konvensional Dan Ekonomi Islam’, Prosiding : Seminar Nasional Dan Call For Papers Manajemen, Ekonomi Dan Akuntansi, December 2016, 2016, 493–96
Salim, Agus, ‘KEBUTUHAN DAN PILIHAN MENURUT EKONOMI ISLAM’, Agus Salim Idea, 2018 <https://agussalimrasman.blogspot.com/2018/09/kebutuhan-dan-pilihan-menurut-ekonomi.html>
Tidak ada komentar:
Posting Komentar