Rabu, 29 September 2021

Model Perilaku Manusia II

 



 Kebutuhan atau keinginan dalam ekonomi konvensional merupakan segala sesuatu yang diperlukan manusia dalam rangka menyejahterakan hidupnya. Kebutuhan mencerminkan adanya ketidakpuasan atau kekurangan dalam diri manusia sehingga ia ingin memuaskannya. Imam Al-Ghazali, tidak mendukung pernyataan tersebut, beliau berpendapat bahwa kebutuhan dan keinginan itu berbeda jauh. Menurut Imam Al Ghazali kebutuhan adalah keinginan manusia untuk mendapatkan segala sesuatu dengan tujuan untuk memertahankan kelangsungan hidupnya serta menjalankan tugasnya sebagai hamba dengan cara beribadah semaksimal mungkin kepada Allah SWT.

Menurut Islam,tujuan utama manusia diciptakan itu adalah beribadah. Dalam rangka memenuhi kebutuhan tubuh, maka Allah SWT memberikan manusia hawa nafsu, dengan adanya hawa nafsu maka muncullah keinginan dalam diri manusia

 Kebutuhan dalam Islam

    A. Daruriyat

Daruriyat/kebutuhan primer,merupakan kebutuhan yang paling utama dan yang paling penting yang harus terpenuhi agar manusia memiliki kehidupan yang layak. Kebutuhan ini sendiri terbagi menjadi 5 yaitu :

    • Khifdu Din, Allah Subhanahu wa Ta’ala menjaga din (agama) dari kerusakan, karena din merupakan dharuriyat yang paling besar dan terpenting, maka syari’at juga mengharamkan riddah (murtad), memberi sanksi kepada orang yang murtad dan dibunuh. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mengganti agamanya, maka bunuhlah dia” (HR. Bukhari)
    • Khifdu Nafs, menjaga jiwa juga termasuk dalam dharûriyatul-khamsi, dan agama tidak akan bisa tegak, kalau tidak ada jiwa-jiwa yang mampu menegakkannya. jika kita ingin mencoba menegakkan din, artinya, kita harus mampu menjaga jiwa-jiwa yang ingin menegakkan agama ini.
    • Khifdu ‘Aql, salah satu sarana untuk menjaga akal yaitu ilmu.Kalimat wahyu yang pertama kalisampai kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menyentuh telinga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah kalimat iqra’ (bacalah!). Karena membaca merupakan salah satu jalan untuk mendapatkan ilmu, meskipun bukan dari jalan satu-satunya, akan tetapi merupakan jalan terpenting.
    • Khifdu nafl, di antara dharûriyyâtul-khams yang dipelihara dan yang dijaga dalam syari’at, yaitu dengan menjaga keturunan. Pemeliharaan keturunan ini, bisa dilihat dari beberapa hal, seperti anjuran untuk melakukan pernikahan, memelihara dan merawat anak, melarang memutuskan untuk thalaq jika tidak karena terpaksa, dll.
    • Khifdu mal, bagian terakhir dari dharuriyâtul-khams yang dijaga oleh syari’at yaitu sesuatu yang menjadi penopang hidup, kesejahteraan serta kebahagiaan, yaitu dengan menjaga harta
B. Hijayat 

Hijayat bisa disebut juga sebagai kebutuhan sekunder. Kebutuhan ini muncul setelah kebutuhan daruriyat. Kebutuhan hijayat tidak akan membahayakan keselamatan manusia jika tidak terpenuhi tetapi akan membuat manusia kesulitan dalam beraktifitas.

C. Tahsiniyat 

Tahsiniyat bisa juga disebut sebagai kebutuhan tersier. Kebutuhan ini tidak akan mengancam kebutuhan yang 5 ( Daruriyat) jika tidak terpenuhi. Kebutuhan ini baru ada setelah kebutuhan daruriyat dan tahsiniyat terpenuhi,dan sifat nya sebagai pelengkap.

2.      Utilty Maximizer

   Dalam konteks ekonomi,utilitas diartikan sebagai kegunaan yang dirasakan oleh seorang konsumen ketika mengonsumsi barang. Dalam ekonomi konvensional utility ini sering dianggap sama dengan kepuasan sedangkan dalam ekonomi islam kepuasan sebenarnya muncul akibat utilitas yang dirasakan oleh konsumen. Dalam teori konvensional,konsumen selalu diasumsikan untuk selalu mencapai kepuasan tertinggi dan belum bisa dipastikan bahwa kepuasan tersebut dapat membawa maslahah. Selain itu dalam teori konvensional dinyatakan bahwa pembatas konsumen dalam mengonsumsi barang atau jasa adalah anggaran yang dimiliki,selagi ia memiliki anggaran maka ia akan terus mengonsumsi barang atau jasa tanpa mempertimbangkan orang lain atau berbagi kepada orang lain. Al Ghazali tidak memandang maximizer sebagai sesuatu yang harus dikutuk agama selama tidak menjurus kepada keserakahan pribadi

Konsep ekonomi islam tidak dapat menerima seluruhnya mengenai konsep konvensional tadi. Dalam konsep ekonomi islam konsumsi harus selalu berpedoman pada ajaran islam dan salah satunya adalah memperhatikan orang lain dalam membelanjakan harta. Selain itu dalam konsep islam memberikan perbedaan antara maslahah dan utilty sebagai berikut :

• Maslahah di kategorikan sebagai kebutuhan sedangkan utility sebagai keinginan

• Maslahah dapat dirasakan oleh dirisendiri dan orang lain sedangkan utility hanya indvidu

• Maslahah bersifat objektif karena didasarkan pada pertimbangan yang objektif (kriteria tentang halal atau baik) sedangkan utilitas bersifat subjektif

• individu relatif konsisten dengan maslahah sosial. Sedangkan utilitas individu sering berseberangan dengan utilitas sosial.

• Jika maslahah dijadikan sebagai tujuan utama dalam perekonomian maka akan memberikan dampak kesejahteraan

• Dalam konteks perilaku konsumen maslahah diartikan sebagai konsep pemetaan perilaku konsumen dengan dasar kebutuhan.

3.      Maksimasi Maslahah

Dalam konsep ekonomi islam,maksimalisasi maslahah dapat dilakukan dengan meningkatkan level maqasid seperti agama,jiwa,akal,harta, dan keturunan. Akan tetapi,maksimisasi maslahah saja belum cukup karena perlu juga keseimbangan semua elemen maqashid. Seperti yang dijelaskan dalam Ar-Rahman (55):7-9, yang memerintah kan kita agar menjaga keseimbangan. Terutama dalam maksimisasi maslahah. Pada umumnya Manusia cenderung mencari keseimbangan pada aktivitas hidup, sehingga menjaga keseimbangan merupakan sikap positif. Contohnya adalah pola hidup sehat ala Rasul dengan mengisi perut dengan udara, air, dan makanan.

4.      Keseimbangan Internal dan eksternal

  Dalam pemenuhan kebutuhan dalam hidup termasuk dalam perekonomian dan harus menyeimbangkan antara internal dan eksternalnya. Keseimbangan internal bisa didapatkan melalui self control yang baik dan memenuhi kebutuhan primer sekunder,dan tersier dengan cara yang baik serta tidak berlebih”an. Sedangkan keseimbangan eksternal didapat dengan cara manfaat apa yang dapat kita berikan kepada orang lain atau masyarakat seperi sedekah,zakat,dan lainnya.

5.     Konsep Diri,keluarga,lingkungan dalam persepektif islam

A.   Pribadi

    Pribadi adalah wujud dari perseorangan individu. Dalam perspektif islam pribadi meliputi jiwa dan akal dalam maqashid syari’ah. Allah telah menciptakan manusi dengan tujuan beribadah kepadanya,dalam rangka memenuhi kebutuhannya,allah memberikan hawa nafsu sehingga mucullah keinginnan dalam diri. Menurut pendapat Alghazali,mencari kepuasan bukannlah suatu hal yang harus dikutuk oleh agama selama tidak bergantung pada keserakahan.

B.  Keluarga

     Keluarga merupakan elemen terkecil yang akan endorong keseimbangan dari luar. Dalam perspektif islam keluarga meliputi keturunan dalam maqashid syari’ah, yang menunjukkan signifikannya dalam kehidupan termasuk perekonomian.

C.   Lingkungan

  Jika dalam perspektif konvensional keuntungan hanya akan menjadi milik individu,dalam perspektif islam tidak demikian. Dalam perspektif islam,tidak boleh hanya menguntung diri pribadi saja,tetapi juga harus dirasakan bersama manfaat nya oleh karena itu adanya zakat agar masyarakat juga dapat merasakannya.


Sumber : Liling, Anwar. “Konsep Utility Dalam Prilaku Konsumsi Muslim.” BALANCA : Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam 1, no. 1 (2019): 71–91. Mengapa, Kuliah, and Mempelajari Ekonomi. “Mikroekonomi Islam” (n.d.): 1–20. Subagiyo, Rokhmat. “Konsep Kebutuhan Dalam Islam,” no. 2 (2016): 19–31. http://repo.iaintulungagung.ac.id/6407/2/BAB2_KEBUTUHAN DLM ISLAM_rokhmat_ok_3_book_antiq_arab.pdf. A.Karim,Adiwarman. “Ekonomi Mikro Islami”. Jakarta:Rajawali Pers 2015 

Rabu, 22 September 2021

KONSEP RASIONALITAS



A. Pengertian Ekonomi Islam dan Ekonomi konvensional Ekonomi Islam 

    Dapat didefinisikan sebagai suatu perilaku individu muslim dalam setiap aktivitas ekonomi Syariahnya harus sesuai dengan tuntutan syariat Islam dalam rangka mewujudkan dan menjaga maqashid Syariah (agama, jiwa, akal, nasab, dan harta). Ekonomi konvensional didefinisikan menjadi suatu ilmu yang digunakan untuk memenuhi tuntutan nafsu manusia semata tanpa ada aturan yang jelas, serta melegalkan terjadinya eksploitasi dalam kegiatan ekonomi yang terjadi.

1. Evaluasi Konsep Rasionalitas Rasional adalah kemampuan untuk mempertimbangkan aspek dan menganalisis     relevansi informasi yang berhubungan dengan suatu kejadian, baik yang berupa fakta, opini, maupun data.
2   Rasionalitas ekonomi konvensional didasarkan pada pilihan yang paling baik dan paling menguntungkan untuk memperoleh kepuasan maksimal dengan pengorbanan minimal. Selain itu menekankan pada kepentingan pribadi sehingga rasionalitas tersebut akan berbeda antar individu. Ekonomi Islam dibangun untuk kepentingan pribadi dan juga kepentingan masyarakat secara bersama-sama sehingga rasionalitas perspektif Islam dapat merangkum semua rasionalitas setiap individu. Rasionalitas perspektif Islam bertujuan mencapai kesejahteraan baik dunia maupun akhirat.

B. Rasionalitas Dalam Perspektif Islam

    Menurut Adiwarman A. Karim mengungkapkan bahwa yang dimaksud dengan asumsi rasionalitas adalah anggapan bahwa manusia berperilaku secara rasional (masuk akal), dan tidak akan secara sengaja membuat keputusan yang akan menjadikan mereka lebih buruk. Perilaku rasional dapat mempunyai dua makna yaitu metode dan hasil. Dalam makna metode, perilaku rasional berarti “action selected on the basis of reasoned thought racher than out of habbit, prejudice or emotion (tindakan yang dipilih berdasarkan pikiran yang beralasan, bukan berdasarkan kebiasaan, prasangka, atau emosi).” Sedangkan dalam makna hasil, perilaku rasional berarti “action that actually secceeds in achieving desired goals (tindakan yang benar-benar dapat mencapai tujuan yang ingin dicapai).”

    Jika dalam ekonomi konvensional, manusia disebut rasional secara ekonomi jika selalu memaksimumkan utility untuk konsumen dan keuntungan untuk produsen, maka dalam ekonomi Islam, seorang pelaku ekonomi, baik produsen maupun konsumen, akan selalu berusaha memaksimalkan mashlahah. Konsep rasionalitas dalam ekonomi Islam lebih luas dimensinya dari pada ekonomi konvensional. Rasionalitas ekonomi dalam Islam diarahkan sebagai dasar perilaku kaum muslimin yang mempertimbangkan kepentingan diri, sosial, dan pengabdian kepada Allah. Manusia perlu bertindak rasional karena ia mempunyai beberapa kelebihan dibanding ciptaan Allah yang lain. Manusia dianggap bertindak rasional apabila individu tersebut mengarahkan perilakunya untuk mencapai tahapan maksimum sesuai dengan syariat Islam.

Adapun prinsip dasar dalam rasionalitas ekonomi Islam adalah sebagai berikut: 

a. The concepts of success Konsep sukses dalam islam diukur dengan nilai moral Islam, bukan dengan jumlah kekayaan yang dimiliki

b. Time scale of consumer behavior Seseorang muslim harus percaya adanya hari kiamat dan kehidupan akhirat. Keyakinan ini membawa dampak mendasar pada perilaku konsumsi, yaitu: Ø Pilihan jenis konsumsi akan diorientasikan untuk kepentingan dunia dan akhirat. Ø Probabilitas kuantitas jenis pilihan konsumsi cenderung lebih variatif dan lebih banyak karena juga mencakup jenis konsumsi untuk kepentingan akhirat. 

c. Concept of wealth Harta merupakan anugerah Allah dan bukan merupakan sesuatu yang dengan sendirinya bersifat buruk sehingga harus dijauhi secara berlebihan. Harta merupakan alat untuk mencapai tujuan hidup jika diusahakan dan dimanfaatkan secara benar. 

d. Concepts of goods Harta benda/barang (goods) merupakan karunia Allah kepada manusia. Islam telah menganjurkan untuk mengkonsumsi barang-barang yang termasuk dalam kategori halal dan at-tayyibat (barang-barang yang baik dan suci). Sebaliknya, barang-barang yang haram, seperti minuman keras, babi, bangkai, dan lain-lain dilarang dalam Islam. 

e. Ethics of comsumption Islam memiliki seperangkat etika dan nilai yang harus dipedomani manusia dalam berkonsumsi, seperti keadilan, kesederhanaan, kebersihan,tidak melakukan kemubadziran dan tidak berlebih-lebihan (israf).

1. Etika Rasionalitas dalam Konsumsi Islam Secara umum, moral didefinisikan sebagai standar perilaku yang dapat diterima oleh masyarakat (benar) ataukah tidak (salah). Filosofi atau suatu standar moral setiap masyarakat dapat berbeda-beda, dan alasan inilah yang dikenal dengan istilah etika. Suatu perilaku yang dianggap rasional oleh paham konvensional dapat dianggap tidak rasional dalam pandangan Islam.

Rasionalitas dalam perilaku konsumen muslim haruslah berdasarkan aturan Islam sebagai berikut:

a). Konsumen muslim dikatakan rasional jika memiliki tingkat konsumsi lebih kecil dibanding non muslim karena yang dikonsumsi terbatas barang-barang yang halal dan thayib. QS. Al-Baqarah: 173

b). Haram juga menurut ayat ini daging yang berasal dari sembelihan yang menyebut nama Allah tetapi disebut pula nama selain Allah. Kemudian QS Al – Maidah ayat 93

c). Seseorang dikatakan rasional jika tidak menumpuk dan menimbun harta kekayaan melalui tabungan atau belanja barang mewah, namun harus melakukan investasi untuk pertumbuhan ekonomi (Al Arief, 2010)

2. Asumsi Rasionalitas dalam Ekonomi Islam Menurut ekonomi Islam, konsumsi yang dilakukan oleh konsumen tidak serta merta tentang kesukaan dan kebutuhannya, tetapi juga harus memperhatikan syarat sesuai syariat. Asumsi yang harus dipenuhi dalam konsumsi dalam Islam adalah:

    a.  Objek yang halal dan thayib ( halal dan thayib things)

    b. Lebih banyak tidak selalu baik ( the more isn’t always better)

C. Statisfaction of Wants dan Fullfilment of Need

    Aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh manusia adalah merupakan bagian dari pemenuhan kebutuhan. Dimana satu individu membutuhkan sesuatu dari individu lain yang juga mebutuhkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhannya.

    Permasalahan yang harus kita ketahui adalah, bagaimana kebutuhan menurut ekonomi islam apakah ia sama dengan ekonomi konvensional?. Dimana kita ketahui, bahwa dalam ekonomi konvensiaonal, seseorang dalam pemenuhan kebutuhan pribadinya tidak dibatasi, dalam artian siapa yang membutuhkan dan ia mampu tidak ada batas baginya untuk memenuhi kebutuhannya. Yang sering terjadi adalah pemenuhan kebutuhan yang berlebihan, sementara itu bagi individu yang tidak mampu akan mengalami kekurangan karena ketidak mampuanya dalam memenuhi kebutuhan. Maka menarik kiranya kita mengkaji bagaimana sebenarnya hukum islam mengatur kebutuhan manusia sebagai manusia beragama.

1. Kebutuhan Dalam Ekonomi Islam Kebutuhan adalah segala sesuatu yang dibutuhkan manusia untuk mempertahankan hidup serta untuk meperoleh kesejahteraan. Kebutuhan juga bisa diartikan salah satu aspek psikologis yang mnggerakan makhluk hidup dalam aktivitasaktivitasnya dan menjadi dasar alasan berusaha. Secara umum yang dimaksud dengan kebutuhan adalah suatu keinginan manusia untuk memperoleh barang dan jasa. Dengan pengertian lain kebutuhan juga dapat dikatakan sebagai sesuatu yang diperlukan oleh manusia dalam bentuk barang dan jasa untuk mensejahterkan hidupnya. Menurut Islam semua barang dan jasa yang mempunyai maslahah dikatakan sebagai kebutuhan. Maslahah ialah kepemilikan atau kekuatan barang/jasa yang mengandung elemen-elemen dasar dan tujuan kehidupan umat manusia di dunia ini dan perolehan pahala untuk kehidupan akhirat.

Dalam ekonomi Islam kebutuhan manusia (Maqshid) terdiri dari tiga jenjang:

a.  Dharuriyat (Primer) Merupakan kemestian dan landasan dalam menegakkan kesejahteraan manusia di dunia dan akhirat yang mencakup pemeliharaan lima unsur pokok, yakni : agama, jiwa, akal, keturunan dan harga.

b.  Hajiyyat (Sekunder) Maksudnya untuk memudahkan kehidupan, menghilangkan kesulitan atau menjadikan pemeliharaan yang lebih baik terhadap lima unsur pokok kehidupan manusia. Apabila kebutuhan tersebut tidak terwujudkan, tidak akan mengancam keselamatannya, namun akan mengalami kesulitan. Pada dasarnya jenjang hajiyat ini merupakan pelengkap yang mengokohkan, menguatkan, dan melindungi jenjang dharuriyat.

c.  Tahsiniyyat (Tersier) Maksudnya adalah agar manusia dapat melakukan yang terbaik untuk menyempurnakan pemeliharaan lima unsur pokok kehidupan manusia. Ia tidak dimaksudkan untuk menghilangkan atau mengurangi berbagai kesulitan, tetapi hanya bertindak sebagai pelengkap, penerang dan penghias kehidupan manusia.

1.       Konsep Pilihan Dalam Ekonomi Islam Dalam ekonomi konvensional, pada dasarnya satu jenis benda ekonomi merupakan substitusi sempurna bagi benda ekonomi lainnya sepanjang memberikan utulitas yang sama. Akibatnya, anggaran akan dialokasikan untuk mengkonsumsi bendabenda apa saja sepanjang utilitasnya maksimum.

    Ekonomi islam berpandangan bahwa antara benda yang satu dengan benda yang lainnya bukan merupakan subtitusi sempurna. Terdapat benda-benda ekonomi yang lebih berharga dan bernilai sehingga benda-benda tersebut akan diutamakan dibandingkan pilihan konsumsi lainnya. Disamping itu, terdapat prioritas dalam pemenuhan kebutuhan berdasarkan tingkat kemaslahatan yang dibutuhkan dalam menunjang kehidupan yang islami.

    Adapun prefernsi konsumsi dan pemenuhan kebutuhan manusia memiliki pola sebagai berikut.

    A.      Mengutamakan akhirat dari pada dunia

    B.     Konsisten dalam prioritas pemenuhan kebutuhan.

    C.     Memperhatikan etika dan norma.

D.Self Interest dan Multi Interest 

    Sasaran ilmu ekonomi adalah bagaimana mengatasi kelangkaan itu. Dari situ muncul definisi ilmu ekonomi yang dipegang hingga kini, yaitu “sebuah kajian tentang prilaku manusia sebagai hubungan antara tujuan-tujuan dan alat-alat pemuas yang terbatas, mengundang pilihan dalam penggunaannya”.

    Rasionalitas ekonomi dipahami sebagai tindakan atas dasar kepentingan pribadi (self-interest) untuk mencapai kepuasannya yang bersifat material lantaran khawatir tidak mendapatkan kepuasan itu karena terbatasnya alat atau sumber pemuas. Menurut Adam Smith, penekanan pada self-interest itu bukan berarti mengabaikan kepentingan masyarakat.

    Rasionalitas dalam ekonomi islam menghendaki setiap manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan maslahah yang terbaik. Ukuran maslahah ialah dengan melihat berbagai aspek (multi-interest), tidak hanya diri sendiri (self-interest). Selain itu, pemenuhan kebutuhan haruslah mendahulukan yang daruriyyat (necessity) dan juga dengan melihat kadar halal dari pilihan tersebut. Dengan kata lain kebutuhan memiliki pengertian yang berbeda dengan keinginan, dimana kebutuhan merupakan hal yang mendesak yang harus dipenuhi sementara keinginan bersifat tidak terbatas.




Sumber : 

Afrina, Dita, ‘Rasionalitas Muslim Terhadap Perilaku Israf Dalam Konsumsi Perspektif Ekonomi Islam’, EkBis: Jurnal Ekonomi Dan Bisnis, 2.1 (2019), 23 <https://doi.org/10.14421/ekbis.2018.2.1.1088>

Arif, M. Nur Rianto Al, and Euis Amalia, ‘Teori Ekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam Dan Ekonomi Konvensional’, 2016, p. 328

Firmansyah, Herlan, ‘TEORI RASIONALITAS MENURUT EKONOMI ISLAM’, EKSISBANK: Ekonomi Syariah Dan Bisnis Perbankan, 2.1 (2018) <https://doi.org/10.37726/ee.v2i1.5>

Itstri, ‘Menilik Sebuah Fenomena Dengan Berpikir Rasional’, ITS Online, 2020 <https://www.its.ac.id/news/2020/04/15/menilik-sebuah-fenomena-dengan-berpikir-rasional/> [accessed 14 September 2021]

Ngasifudin, Muhammad, ‘Rasionalitas Dalam Ekonomi Islam’, JESI (Jurnal Ekonomi Syariah Indonesia), 7.2 (2018), 111 <https://doi.org/10.21927/jesi.2017.7(2).111-119>

Nurohman, Dede, ‘Konsep Self-Interest Dan Maslahah Dalam Rasionalitas Ekonomi Islam’, ISLAMICA: Jurnal Studi Keislaman, 5.1 (2014), 100 <https://doi.org/10.15642/islamica.2010.5.1.100-115>

‘Rationality in Economic Theory: A Critical Appraisal’, IIUM Journal of Economics and Management, 1989, 79–94

Ridlwan, Ahmad Ajib, ‘Rasionalitas Dalam Ekonomi : Perspektif Konvensional Dan Ekonomi Islam’, Prosiding : Seminar Nasional Dan Call For Papers Manajemen, Ekonomi Dan Akuntansi, December 2016, 2016, 493–96

Salim, Agus, ‘KEBUTUHAN DAN PILIHAN MENURUT EKONOMI ISLAM’, Agus Salim Idea, 2018 <https://agussalimrasman.blogspot.com/2018/09/kebutuhan-dan-pilihan-menurut-ekonomi.html> 

Masalah Dasar dan Tujuan Ekonomi

  

 


    Sejalan dengan perkembangan kompleksitas kebutuhan, seseorang semakin tidak dapat memenuhi segala kebutuhannya sendiri. Keadaan ini memaksa untuk melakukan pertukaran dengan pihak lain yang dapat memberikan barang dan jasa yang dibutuhkannya. 

    Seluruh permasalahan manusia dalam memenuhi barangdan jasa sesungguhnya berawal dari satu hal, yaitu adanya perbedaan atau kesenjangan antara ketersediaan berbagai sumber daya dan ragam kebutuhan manusia yang pada akhirnya masalah dasarekonomi ini adalah kelangkaan sumber daya. 

Pemikiran ekonomi muslim mengenai permasalahan ekonomi dapat diklasifikasikan menjadi 3 mazhab,yaitu:

1. Mazhab Baqir as - Sadr

Mazhab ini berpendapat bahwa ilmu ekonomi tidak pernah berjalan dengan islam.

2. Mazhab Mainstream

 Pandangan mazhab mainstream tentang masalah ekonomi ini, hampir tidak ada bedanya dengan pandangan ekonomi konvensional bahwa kelangkaan sumber dayalah yang mejadi penyebab munculnya masalah ekonomi.

3. MazhabAlternatif kritis

Mazhab ini adalah sebuah mazhab yang kritis, mereka berpendapat bahwa analisis kritis bukan saja harus dilakukan terhadap sosialisme dan kapitalisme, tetapi juga terhadap ekonomi islam. Pemikiran lain yang senada dengan mazhab mainstream mengenai permasalahan ekonomi, bahwa kelangkaan yang terjadi dewasa ini, bukanlah terjadi dengan sendirinya, melainkan kelangkaan sumber daya yang terjadi dalam jangka pendek atau dalam area tertentu saja.

    Keadaan hidup yang sejahtera secara material dan spiritual pada kehidupan didunia maupundiakhirat dalam bingkai ajaran islam adalah falah. Manusia memiliki pengertian yang berbeda-beda tentang kesejahteraan. Dalam tujuan ekonomi islam adalah sebagaimana tujuan dari syariat islam itu sendiri, yaitu merealisasikan tujuan manusia untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

Untuk kehidupan dunia falah mencakup 3 pengertian, yaitu :

1). kelangsungan hidup,

2). kebebasan dari kemiskinan

3). serta kekuatan dan kehormatan.

    Sedangkan untuk kehidupan akhirat, falah mencakup pengertian kelangsungan hidup yang abadi, dan pengetahuan yang bebas dari segala kebodohan.

    Secara singkat kesejahteraan yang diinginkan oleh ajaran islam adalah kesejahteraan holistik juga seimbang dan kesejahteraan didunia maupun diakhirat

Apakah scarcity merupakan masalah dalam ekonomi ?

Scarcity atau kelangkaan, menurut ilmu ekonomi, mempunyai dua makna, yaitu:

Terbatas yang melimgkupi 2 pengertian

1). terbatas dalam arti tidak cukup dibandingkan dengan banyaknya kebutuhan manusia

2). terbatas dalam artimanusia harus melakukan pengorbanan untuk memperolehnya.

    Inti dari konsep ekonomi konvensional yaitu seseorang itupasti memiliki kebutuhan atau keinginan yang tidak terbatas sedangkan kebutuhan sumber daya yang dimiliki terbatas sehingga menyebabkan setiap orang harus memilih di antara pilihan-pilihan yang ada untuk mencapai kepuasan maksimum.

faktor utama penentu suatubarang menjadi langka atau scarce ada dua.

1)adanya pihak yang menginginkannya

2).  adanya cost atau biaya yang rela untuk dikeluarkan.

dampak scarcity.

Kenaikan harga, yaitu jika permintaan lebih besardari ketersediaan sumberdaya, maka harga akanmelambung. Hal ini wajarterjadi, karna siapa beranibayar lebih tinggi, dia jugayang dapat.

Pengangguran meningkat, yaitu kelangkaan alat pemuas kebutuhan, menyebabkan perputaran roda ekonomi tidak berjalan dengan lancar, sehingga banyak hal yang tidak dapat dipenuhi, termasuk pula ketersediaan sumber pembiayaan untuk menggaji tenaga kerja.

Kriminalitas meningkat, yaitu untuk memuaskan kebutuhan,seseorang harus memiliki alat tukar yang seimbang. Untuk memperoleh alat tukar, di perlukansuatu usaha dan pengorbanan.Jika tidak sebanding dengan ketersediaan lapangan pekerjaan,maka usaha ini tidak akan menghasilkan nilai tukar.

Angka kemiskinan meningkat, yaitu minimnya sumber daya yang mampu menghadirkan daya beli ,berdampak pada ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan.

Perspektif Islam atas Konsep Scarcity

    Dalam ekonomi Islam, sumber ekonomi ciptaan Allah yangterdiri dari tanah, buruh, modal dan entrepreneurship itu tidak terbatas jumlahnya. Dengan kata lain, konsep kelangkaan(scarcity) yang ada dalam ekonomi konvensional itu ditolak olehekonomi Islam.

    Berikut ini adalah beberapa firman Allah SWT yangmenegaskan bahwa Allah telah menciptakan sumberdayaekonomi yang tidak terbatas baik yang bersumber dari langit,darat, dan bahkan dari lautan untuk digunakan secara optimaldalam membangun ekonomi umat, dapat kita lihat dalam ayat berikut yang artinya :

“…dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya tidak mampulah kamu menghitungnya…” (Q.S. Ibrahim: 34);

“Adalah Allah swt yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezeki untukmu; dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai“; (Q.S. Ibrahim: 32)

Level Rizki dalam Perspektif Islam :

1.   Rizki yang dijamin untuk semua makhluk

2.  Rizki akan bergerak linear dengan usaha

3.  Rizki yang ditambah jika manusia bersyukur

4. Rizki bagi orang yang bertaqwa : unpredicted to come

Macro (Provision)

    Secara makro, eksistensi sumber daya diciptakan cukupdan bahkan berlebih untuk kehidupan manusia di dunia.Jadi tidak ada scarcity secara agregat.

(Ibrahim: 34) : “Dan Dia telah memberikan kepadamu(keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah)”.

Micro (Availability)

Factors : 

a). Knowledge- Effort

b). Time Choice

c). Consumption

d). Production

e). Distribution


Rancang Bangun Ekonomi Islam

  


Pentingnya Belajar Ekonomi Mikro Islam

    Ekonomi Islam dilihat dari segi akidahnya tergolong ke dalam kelompok ilmu-ilmu syara‟. Maksudnya, ekonomi islam yang di kaji oleh syari‟ah adalah ilmu yang merupakan cara, teknik atau uslub manusia dalam memenuhi kebutuhan primer, sekunder dan tersier.

    Secara umum teori ilmu ekonomi dibagi menjadi dua (2) yaitu: ekonomi mikro dan ekonomi makro. Perbedaan itu antara lain dari asal kata „‟mikro‟‟berarti kecil. Dengan demikian teori mikro ekonomi atau ekonomi mikro boleh diartikan sebagai ilmu ekonomi kecil. Berdasarkan kepada pola dan ruang lingkup analisnya, teori mikro ekomi dapat didefinisikan sebagai satu bidang studi dalam ilmu ekonomi yang menganalisis mengenai bagian-bagian kecil dari keseluruhan kegiatan perekonomian.

Selanjutnya ekonomi makro adalah berasal dari kata „‟makro‟‟ yang berarti besar. Dari arti kata makro tersebut sudah dapat diduga bahwa teori makroekonomi membuat analisis mengenai kegiatan dalam suatu perekonomian dari sudut pandangan yang berbeda dengan teori ekonomi mikro. Analisis ekonomi makro merupakan analisis terhadap keseluruhan kegiatan perekonomian. Analisisnya bersifat umum dan tidak memperhatikan kegiatan ekonomi yang dilakukanoleh unit-unit kecil dalam perekonomian.

    Ekonomi mikro konvensional membahas berdasarkan atas perilaku individu-individu yang secara nyata terjadi di setiap unit ekonomi. Karena tidak adanya batasan syariah yang dipakai, maka perilaku dari setiap individu dalam unit ekonomi tersebut akan bertindak dan berperilaku menurut dengan norma dan aturan menurut persepsi masing-masing. Sehingga dalam ekonomi konvensional memuat tatanan norma tertentu dalam pembahasan perilaku untuk memenuhi kebutuhan ekonominya menjadi tidak relevan.

    Dalam membahas ekonomi konvensional tidak ditemukan sikap dan perilaku konsumen apabila seseorang memasukkan unsur pelarangan riba serta kewajiban mengeluarkan zakat dalam setiap pengambilan keputusannya. Hal ini disebabkan pelarangan riba dan kewajiban membayar zakat adalah bentuk tatanan syariah yang tidak semua orang menganutnya, maka pembahasan ekonomi konvensional hanya memperhatikan perubahan-perubahan pada variable ekonomi, seperti harga dan pendapatan. Secara factual, terdapat banyak kondisi obyektif yang sering terjadi dan tidak bisa dijelaskan secara akurat dalam ekonomi konvensional dank arena memang tidak bisa dijelaskan.

    Hal ini berbeda dengan pembahasan ekonomi mikro islami, yakni faktor moral atau norma yang terangkum dalam tatanan syariah akan ikut menjadi variable penting dan akan menjadi salah satu alat analisis. Ekonomi mikro islami merupakan bagaimana sebuah keputusan diambil oleh tiap unit ekonomi dengan memasukkan batasan-batasan syariah sebagai variable utama. Jadi dalam ekonomi mikro islami, dasardasar ekonomi (variabel-variabel ekonomi) hanya memenuhi segi necessary condition¸namun moral dan tatanan syariah akan memenuhi unsure sufficient condition dalam ruang lingkup pembahasan ekonomi mikro.

Manfaat dan Batasan Teori dalam Mikroekonomi Islam

    Dalam konsep mikroekonomi Islam setiap sebuah keputusan yang diambil oleh setiap individu/unit ekonomi memasukan batasan-batasan syariah sebagai varibel utama. Sehingga hal ini menjadi sebuah manfaat yang mana individu/unit ekonomi tersebut dapat mengetahui batasan dalam syariah dibidang ekonomi.

    Pembahasan Ekonomi mikro islam tidak membedakan antara ilmu ekonomi sebagai analisis positif dan normatif. Yang dimaksud dengan analisis positif adalah analisis yang menjelaskan sebab akibat1. Sedangkan analisis normative merupakan analisis yang menjelaskan tentang apa yang seharusnya berlaku Ilmu ekonomi islam hanya memandang permasalahan ekonomi digolongkan dalam dua (2), yaitu ilmu ekonomi (science of economics) dan doktrin ilmu ekonomi (doctrine of economics). Menurut Muhammad Baqir As-Sadr, perbedaan ekonomi Islam dengan ekonomi konvensional terletak pada filosofi ekonomi, bukan pada ilmu ekonominya

    Muhammad Baqir As-Sadr mengatakan Ekonomi Islam adalah sebuah doktrin dan bukan suatu ilmu pengetahuan, karena ia adalah cara yang direkomendasikan Islam dalam mengejar kehidupan ekonomi, Integrasi antara ekonomi filosofi ke dalam ilmu ekonomi murni disebabkan adanya pandangan bahwa kehidupan di dunia tidak dapat dipisahkan dari kehidupan di akherat. Semuanya harus seimbang karena kehidupan dunia adalah ladang bagi bekal kehidupan akherat.

    Jadi, Ilmu ekonomi Islami bisa diartikan sebagai suatu sistem yangg menerangkan segala fenomena tentang perilaku pilihan dan pengambilan keputusan dalam setiap unit ekonomi atau individu dengan memasukkan aturan syariah sebagai variabel independen. Dengan demikian, semua ilmu ekonomi kontemporer yang telah ada bukan berarti tidak sesuai ilmu ekonomi islami yang ada sesuai dengan ilmu ekonomi islami. Selama teori tersebut sesuai asumsi dan tidak bertentangan dengan hukum syariah, maka selama itu pula teori tersebut dapat dijadikan sebagai dasar untuk menyusun teori ekonomi islami.

Perbedaan Mikroekonomi Islam dan Mikroekonomi Konvensional

    Ilmu Ekonomi Mikro merupakan penerapan ilmu ekonomi dalam perilaku individual sebagai konsumen, produsen maupun sebagai tenaga kerja, serta implikasi kebijakan pemerintah untuk mempengaruhi perilaku tersebut. Pada dasarnya ekonomi mikro berbicara tentang perilaku tiap individu dalam setiap unit ekonomi, yang dapat berperan sebagai konsumen, karyawan, pemilik lahan atau sumberdaya yang lain.

A. Mikroekomi islam

    Mikroekonomi Islam sebagai salah satu cabang ilmu dalam mikroekonomi tidak lepas dari sepak terjang mikroekonomi konvensional. Ilmu mikroekonomi Islam merupakan ilmu yang menjelaskan how dan why sebuah pengambilan keputusan dalam setiap unit ekonomi yang dibatasi oleh syariah (termasuk faktor moral dan norma).3 Faktor moral atau norma tersebut terangkum dalam tataran syari’ah dimasukkan menjadi alat analisis dalam pengambilan keputusan ekonomi. Ekonomi mikro Islam memberi informasi bagaimana sebuah keputusan diambil oleh setiap individu/unit ekonomi dengan memasukkan batasan-batasan syari’ah sebagai variabel yang utama. Dalam Ekonomi mikro Islam pengaturannya bersifat ketuhanan/ilahiah (nizhamun rabbaniyyun), mengingat dasar-dasar pengaturannya yang tidak diletakkan oleh manusia, akan tetapi didasarkan pada aturan-aturan yang ditetapkan Allah SWT sebagaimana terdapat dalam al-Qur'an dan as-Sunnah. Jadi, berbeda dengan hukum ekonomi lainnya yakni kapitalis (ra'simaliyah; capitalistic) dan sosialis (syuyu`iyah; socialistic) yang tata aturannya semata-mata didasarkan atas konsep-konsep/teori-teori yang dihadirkan oleh manusia (para ekonom). Ekonomi mikro Islam hanya merupakan satu titik bagian dalam Islam secara keseluruhan yang berarti bahwasanya dalam penerapannya tidak boleh terlepas dari rangkaian ajaran Islam secara keseluruhan yang bersifat utuh dan menyeluruh.

    Pemikiran ekonomi Islam sendiri diawali sejak masa Rasulullah, dimana pada masa itu rasulullah telah mengeluarkan beberapa kebijakan selain daripada hukum dan juga politik yakni terkait dalam hal jual beli atau ekonomi (muamalah). Rasulullah memeberi perhatian lebih terkait masalah ekonomi. Oleh karena itu ekonomi dapat dikatakan sebagai pilar penyangga dalam kehidupan seorang muslim yang harus diperhatikan. Kebijakan ini pula dijadikan pedomanan oleh para khalifah yang menggantikan beliau dalam mengambil keputusan tetang perekonomian.

    Dalam mikroekonomi Islam terdapat beberapa karakteristik yang mana tentu saja berbeda dalam mikroekonomi perspektif konvensional. Adapun karakteristik yang dimaksud adalah

1. Ekonomi mikro berdimensi akidah atau keakidahan (iqtishadun ‘aqdiyyun), mengingat ekonomi Islam itu pada dasarnya terbit atau lahir (sebagai ekspresi) dari akidah Islamiah (al-'aqidah sl-Islamiyyah) yang di dalamnya akan dimintakan pertanggung- jawaban terhadap akidah yang diyakininya

2. Berkarakter ta`abbudi (thabi`un ta'abbudiyun). Mengingat ekonomi mikro Islam itu merupakan tata aturan yang berdimensikan ketuhanan (nizham rabbani), dan setiap ketaatan kepada salah satu dari sekian banyak aturan-aturan Nya adalah berarti ketaatan kepada Allah s.w.t, dan setiap ketaatan kepada Allah itu adalah ibadah.

3. Terkait erat dengan akhlak (murtabithun bil-akhlaq), Islam tidakpernah memprediksi kemungkinan ada pemisahan antara akhlak dan ekonomi mikro, juga tidak pernah memetakan pembangunan ekonomi dalam lindungan Islam yang tanpa akhlak.

4. Elastis (al-murunah), dalam pengertian mampu berkembang secara perlahan-lahan atau evolusi. Kekhususan al-murunah ini didasarkan pada kenyataan bahwa baik al-Qur'an maupun al-Hadits, yang keduanya dijadikan sebagai sumber asasi ekonomi, tidak memberikan doktrin ekonomi secara tekstual akan tetapi hanya memberikan garis-garis besar yang bersifat instruktif guna mengarahkan perekonomian mikro Islam secara global. Sedangkan implementasinya secara riil di lapangan diserahkan kepada kesepakatan sosial (masyarakat ekonomi) sepanjang tidak menyalahi cita-cita syari'at (maqashid as-syari'ah).

5. Objektif (al-maudhu'iyyah), dalam pengertian, Islam mengajarkan umatnya supaya berlaku dan bertindak obyekektif dalam melakukan aktifitas ekonomi. Aktivitas ekonomi mikro pada hakekatnya adalah merupakan pelaksanaan amanat yang harus dipenuhi oleh setiap pelaku ekonomi tanpa membeda-bedakan jenis kelamin, warna kulit, etnik, agama/kepercayaan dan lain-lain. Bahkan terhadap musuh sekalipun di samping terhadap kawan dekat. Itulah sebabnya mengapa monopoli misalnya dilarang dalam Islam. Termasuk ke dalam hal yang dilarang ialah perlakuan dumping dalam berdagang/berbisnis.

6. Memiliki target sasaran/tujuan yang lebih tinggi (al-hadaf as-sami). Berlainan dengan sistem ekonomi mikro non Islam yang semata- mata hanya untuk mengejar kepuasan materi (ar-rafahiyah al- maddiyah), ekonomi mikro Islam memiliki sasaran yang lebih jauh yakni merealisasikan kehidupan kerohanian yang lebih tinggi (berkualitas) dan pendidikan kejiwaan.

7. Realistis (al-waqi'iyyah). Prakiraan (forcasting) ekonomi khususnya prakiraan bisnis tidak selamanya sesuai antara teori di satu sisi dengan praktek pada sisi yang lain. Dalam hal-hal tertentu, sangat dimungkinkan terjadi pengecualian atau bahkan penyimpangan dari hal-hal yang semestinya

8. Harta kekayaan itu pada hakekatnya adalah milik Alah s.w.t. Dalam prinsip ini terkandung maksud bahwa kepemilikan seseorang terhadap harta kekayaan (al-amwal) tidaklah bersifat mutlak. Itulah sebabnya mengapa dalam Islam pendayagunaan harta kekayaan itu tetap harus diklola dan dimanfaatkan sesuai dengan tuntunan Sang Maha Pemilik yaitu Allah s.w.t. Atas dalih apapun, seseorang tidak bolehbertindak sewenag-wenang dalam mentasarrufkan (membelanjakan) harta kekayaannya, termasuk dengan dalih bahwa harta kekayaan itu milik pribadinya.

9. Memiliki kecakapan dalam mengelola harta kekayaan (tarsyid istikhdam al-mal). Para pemilik harta perlu memiliki kecerdasan/kepiawaian dalam mengelola atau mengatur harta kekayaannya semisal berlaku hemat dalam berbelanja, tidak menyerahkan harta kepada orang yang belum/tidak mengerti tentang pendayagunaannya, dan tidak membelanjakan hartanya ke dalam hal-hal yang diharamkan agama, serta tidak menggunakannya pada hal-halyang akan merugikan orang lain.

B. Mikroekonomi Konvensinal

    Mikroekonomi Konvensional merupakan perilaku individu yang terjadi di setiap unit ekonomi yang ditandai oleh tidak adanya batasan syari’ah, yang mana perilaku individu tersebut hanya dilaksanakan sesuai norma dan aturan menurut persepsinya masing-masing. Dalam ekonomi mikro konvensional memasukan norma tertentu pada pembahasan perilaku individu dalam memenuhi kehidupan ekonominya sangant tidak relevan. Pembahasan perilaku ekonomi dalam ekonomi mikro konvensional hanya memperhatikan perubahan-perubahan pada variabel ekonomi, seperti penawaran, permintaan, pendapatan, dan harga. 


Sumber :

Medias, fahmi. 2018. Ekonomi Mikro Islam. Magelang: UNIMMA PRESS

Abdullah Ma’ruf. 2012. “PERBEDAAN PARADIGMA EKONOMI KONVENSIONAL DAN EKONOMI ISLAM DALAM TEORI DAN REALITA (Perspektif Mikro)”, AT - TARADHI Jurnal Studi Ekonomi, Volume 3, Diakses pada 9 september 2021, dari http://idr.uin-antasari.ac.id/5008/1

Sobagio Rokhmat. “Rancang Bangun Mikro Ekonomi Islam”, Repository IAIN TULUNGAGUNG, 2016, tersedia di http://repo.iain-tulungagung.ac.id/id/eprint/6407, diakses pada 8 september 2021 

TEORI PERILAKU PRODUSEN

  1. Evaluasi teori produksi konvensional : Pareto Optimality dan Given Demand Hypothesis Pareto Optimality Pareto optimal didefinis...